DIBERI TAB DAN KAMERA OLEH KANJENG ROMO KYAI RA



Dimana-mana, orang tua selalu menginginkan yang terbaik, meski kadang tak sejalan dengan keinginan anak. Hal ini pula yang terjadi pada Fayi’ Hilmy Musyafiq, putra kedua Bapak Mahmudi. Ia adalah alumnus SMP Wahidiyah Malang. Saat liburan panjang kelulusan, Ia diizinkan pulang oleh pengurus untuk menghabiskannya di rumah.

Panggilan Sekolah di Pondok Pesantren Kedunglo


Terlalu lama di rumah agaknya membuat Fayi’ terbawa arus pergaulan. Kegiatan sehari-harinya hanya nongkrong bersama teman-temannya, jam dua pagi baru pulang. Setiap masuk rumah, Ia berusaha agar tidak membangunkan ibunya. Sementara ayahnya yang merupakan anggota TNI jarang di rumah karena sering bertugas di luar kota.

Rutinitas Fayi’ selama mengisi liburan kelulusan adalah menonton bola hingga sahur, tidur, kemudian dibangunkan ibunya saat adzan subuh lalu melanjutkan tidurnya hingga jam 08.00 WIB. Bangun-bangun Ia akan langsung keluar untuk bermain billiard bersama teman-temannya dan terkadang melewatkan waktu sholat dzuhurnya. “Wes Sholat, le?” tanya ayahnya ketika di rumah. “Sampun”, jawabnya bohong karena rasa malas.

Tak hanya berani berbohong, Ia pun mulai kecanduan HP. Barang ini pula yang membuat Ia enggan untuk disuruh mondok lagi, karena di pondok HP adalah salah satu benda yang tidak boleh dibawa. Lagipula dengan nilai NEM yang tinggi, sebenarnya Ia ingin bersekolah di SMA favorit pilihannya.

Hingga suatu malam, Rabu, 4 Juli 2016, Fayi’ bermimpi. Ia seperti sedang duduk di sofa di sebuah rumah yang tidak Ia kenali. Dalam mimpinya Ia sedang asyik bermain HP. Kemudian Kanjeng Romo Kyai RA tiba-tiba rawuh dan duduk di sampingnya. Beliau dawuh, “Le, nyilih HP ne” (Nak, pinjam HP nya, red). Fayi’ pun langsung memberikannya, lalu Kanjeng Romo melihat-lihat isi HP Fayi’. Setelah itu, Kanjeng Romo Kyai RA mengajaknya jalan-jalan keliling area pondok.

Usai mengelilingi area pondok, Fayi’ diajak menuju garasi Beliau. Kanjeng Romo Kyai RA mengeluarkan kamera digital, handycam, serta tab dari dalam mobil. Semua itu oleh Kanjeng Romo Kyai RA diberikan kepada Fayi’, serta HP yang dipinjam juga dikembalikan. Dalam mimpinya, Fayi’ spontan sungkem dan mengucapkan, “Matur suwun, matur suwun Kanjeng Romo”. Ia pun menceritakan mimpinya kepada Ibu dan keluarganya.

Seminggu setelah itu Bapak Karna Adji (Pramu Urwil) berkunjung ke rumahnya. Kepada Pak Karna, Fayi’ juga menceritakan mimpinya itu. Mendengar cerita tersebut Pak Karna memberi motivasi agar mondok dan bersekolah di SMA Wahidiyah Kediri. “Yo, mben iku bakal diganti sing luwih akeh karo Beliau”, kata Pak Karna. Intinya, di pondok memang tidak boleh ini itu, tetapi suatu saat jika dapat mematuhi peraturan pasti akan diganti yang lebih banyak oleh Beliau.

Keyakinan akan takdir bahwa Ia mendapat panggilan sekolah di Pondok Pesantren Al-Munadhdhoroh Kediri, serta mendapat dukungan yang tiada henti membuat Fayi’ bertekad untuk menuntut ilmu bersungguh-sungguh agar orang tuanya bangga melihatnya. Perlahan Ia memperbaiki sholatnya yang sering bolong dan mengubah kebiasaan buruknya.

Jumat, 15 Agustus 2016, Fayi’ diantar keluarganya berangkat ke bumi suci Kedunglo. Sebenarnya masih ada impian untuk sekolah di SMA Negeri, tetapi ia percaya mungkin di sinilah memang tempat terbaik untuk masa depannya. Di tempat lahirnya Sholawat Wahidiyah, gudangnya ilmu kesadaran. (Sukma/sjute) 

Dioperasi Kanjeng Romo Kyai RA


Ibu Habibah adalah imam jamaah Usbuiyah ibu-ibu di Desa Kalirejo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Pasuruan. Berkat mempengnya Mujahadah, aktif dalam segala kegiatan perjuangan serta ketaslimannya kepada Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid RA, Ia mendapatkan pengalaman rohani yang luar biasa berkesan dan menambah ketaatan untuk terus berjuang Fafirru Ilallah Wa Rasulihi SAW.

Ibu Hj. Taufiq atau sering dipanggil Ibu Habibah adalah penjahit rumahan di kampungnya. Ia diberi ujian dari Allah berupa penyakit kanker payudara dan di vonis dokter telah mencapai stadium lanjut. Ibu yang berumur 52 tahun ini telah mencoba berobat kemana-mana. Baik pergi ke tempat-tempat alternatif maupun ke berbagai rumah sakit. Namun 6 bulan terakhir ini hasilnya nihil dan tidak berbuah apa-apa.

Sampai di Rumah Sakit Syaiful Anwar Kota Malang, dokter mengharuskan agar Ibu Habibah secepatnya dioperasi, paling tidak 1 minggu terakhir. Selama Ibu Hj. Taufiq menjalani pengobatan-pengobatan tersebut, Ia senantiasa mempeng bermujahadah dan selalu membaca nida’ Ya Sayidi Ya Rasulullah 10 ribu sampai 20 ribu secara istiqomah. Dan kebetulan dalam waktu satu minggu detik-detik dioperasi, Ia mendapat surat tugas penyongsongan nonstop Mujahadah Kubro.

Ibu satu anak ini akhirnya berangkat ke Kedunglo walaupun dalam keadaan sakit parah. Pada hari ke 4 Mujahadah Kubro tepatnya jam 3 sore, Ibu Habibah mendapat giliran menjadi imam Mujahadah Nonstop yang bertempat di lokal lama. Sebelum bermujahadah, Ia sempat berdiri dan berdoa kepada Allah SWT, “Duh Gusti, Kulo mohon penyakit lahir batin Kulo dioperasi oleh Beliau Kanjeng Romo Kyai RA”, pintanya.

Saat mengimami mujahadah, tiba-tiba Ia pingsan. Di alam bawah sadarnya Ia merasa dibawa dengan tandu oleh petugas Kubro ke ndalem Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid RA. Salah seorang petugas memberi tahu bahwa Ibu Habibah akan dioperasi oleh Kanjeng Romo Kyai RA. Ternyata, ketika sampai di sebelah Toko Wahidiyah, tandu diturunkan oleh petugas dan seketika itu Beliau rawuh di sebelah Bu Habibah. Asto Kanjeng Romo diletakkan di atas dadanya dan diusapkan sebanyak 3 kali dengan jarak 10 cm.

Ketika Ibu Habibah bangun dari pingsannya, Ia menyadari bahwa ia berada di Klinik Wahidiyah dalam keadaan lemas (karena memang hari itu tengah menjalani puasa). Setelah kejadian tersebut, dengan karomah dan nadhroh Beliau Kanjeng Romo Kyai RA penyakit yang diderita Ibu Habibah berangsung-angsur sembuh dan Alhamdulillah sampai sekarang dalam keadaan sehat wal afiat. (nzl/val)


Sumber:
Majalah Aham Edisi 130 | Robi’ul Awwal 1438 H


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama