INI ANAKKU, JUGA SANTRIKU



Di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Kedunglo IX, Pringu, Bululawang, Malang, sedang terjadi wabah demam berdarah (DB). Beberapa santri juga terjangkit wabah ini. Para orang tua pun segera memeriksakan anak-anak mereka untuk segera diberi penanganan lebih lanjut. Di antara santri yang sakit tersebut adalah Laili Kamilatul Faizah atau biasa disapa Aiz. Seperti anak-anak lain, Aiz juga diperiksakan oleh orang tuanya. Namun, menurut hasil pemeriksanaan awal, Aiz belum terindikasi terkena DB.

Akhirnya gadis ini pun dibawa pulang, kebetulan saat itu di rumah Aiz sedang mengadakan acara selamatan memperingati wafat neneknya. Saat itulah kondisi Aiz tiba-tiba menurun, namun Ia belum memungkinkan untuk segera ditangani karena keluarga masih sibuk dengan acara tersebut.

Telat Dibawa ke Rumah Sakit, Kondisi Aiz Menjadi Sangat Parah


Barulah pada keesokan paginya Aiz dibawa ke RS Wafa Husada dengan kondisinya yang sudah muntah darah dan organ tubuhnya yang lain sudah melemah. Esoknya, ketua PW Malang, H. Ahmad Bashori menjenguk. Kepada salah satu ustaz pondok Ia berpesan agar selalu stand by untuk memantau kondisi Aiz. Sementara H. Bashori mendatangi pondok untuk mengkondisikan agar bermujahadah karena keadaan Aiz sudah kritis. Ia juga meminta pihak medis untuk mensterilkan ruangan Aiz, demikian juga ke pihak desa, Ia minta untuk segera dilakukan ­fogging.

Ketua PW Malang ini juga mendatangi Pondok Kedunglo II di Kepanjen untuk meminta tolong agar sehabis maghrib bermujahadah untuk Aiz. Saat itulah ada kabar dari rumah sakit bahwa Aiz dalam keadaan naza’. Di kabari seperti itu, ketua PW Malang matur Kanjeng Romo RA melalui telepon, Beliau sempat bertanya mengapa bisa sampai telat. Setelah diaturi bahwa dalam pemeriksaan sebelumnya anak tersebut memang belum terdeteksi, Beliau pun mendawuhkan agar Mujahadah, lalu Beliau mengucapkan amin sebanyak tiga kali.

Saat H. Bashori kembali ke rumah sakit, kondisi Aiz sudah mengkhawatirkan. Ia sudah diberi bantuan napas dengan oksigen. Namun keadaan yang seharusnya memprihatinkan tersebut, entah kenapa menurut orang yang menyaksikan kejadian pada saat itu justru merasa sebaliknya. Yang mereka rasakan adalah ketenangan, seolah tidak terjadi sesuatu ang mencemaskan pada siswi kelas VII itu.

Bahkan tercium semerbak aroma harum yang khas di ruangan tersebut. Menurut H. Bashori, wanginya identik dengan aroma ketika berada di Masjid Nabawi ataupun Masjidil Haram. H. Bashori lalu ke luar ruangan mengajak Ali Al Bana (Sekretaris PW Malang) untuk bermujahadah. Namun, baru membaca alfatihah tiga kali, orang-orang yang ada di dalam ruangan keluar dengan membawa kabar duka.

Hari itu, 8 November 2016, Aiz telah dipanggil oleh Allah SWT. Sebagai orang tua, Nuryanto, ayah Aiz, tentu sangat terpukul ditambah rasa bersalah karena tidak segera membawa buah hatinya karena masih disibukkan acara selamatan. Sementara itu, H. Bashori kembali matur kepada Kanjeng Romo Kyai RA bahwa Aiz sudah dipanggil oleh Allah SWT, Beliau lagi-lagi mengucapkan amin sebanyak tiga kali. Malam itu pun Aiz dimakamkan.

Aiz Berada di Pangkuan Kanjeng Romo Kyai RA


Sementara itu, di dekat ponpes tinggallah seorang wanita pengamal yang sudah paruh baya bernama Hj. Solihah, Ia juga dalam kondisi sakit. Takut mempengaruhi kondisi jiwanya, keluarga Hj. Solihah tidak memberi tahu perihal wafatnya Aiz.

Namun, dipagi hari setelah Aiz dimakamkan, Hj. Solihah bercerita kepada anak-anaknya bahwa semalam Ia bermimpi melihat kanjeng Romo Kyai RA. Beliau mengenakan jubah dan serban putih sebagaimana ketika mios acara kanak-kanak. Beliau duduk di kantor pondok, memangku Aiz dan mengusap-usap rambut gadis itu dengan serban Beliau. Beliau dawuh kepada ayah Aiz. “Nu, Aiz iku wes dadi tanggunganku. Yo anakku, yo santriku.

Mendengar cerita tersebut, anak Hj. Salihah akhirnya menceritakan kejadian wafatnya Aiz. Sang Ibu terkejut lalu segera pergi ke rumah duka untuk ikut berbela sungkawa. Di sana, Ia ceritakan mimpinya kepada orang tua Aiz. Mendengar ru’yah sholihah tersebut, kedua orang tua Aiz pun menjadi lebih ikhlas akan kepergian putri tercintanya. Wallahu A’lam. (Ia, sebagaimana diceritakan oleh H.A. Bashori)


Sumber:
Majalah Aham Edisi 132 | Rajab 1438 H


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama